Kejari TTU Hentikan Perkara Penganiayaan Lewat Restorative Justice: Sepupu Berdamai, Keluarga Pulih

Kejari TTU Hentikan Perkara Penganiayaan Lewat Restorative Justice: Sepupu Berdamai, Keluarga Pulih

KEJAKSAAN RI | Kupang, 4 Agustus 2025 – Kejaksaan Negeri Timor Tengah Utara kembali menorehkan capaian dalam mewujudkan keadilan restoratif (Restorative Justice) melalui penghentian penuntutan perkara tindak pidana penganiayaan melanggar pasal 351 ayat (1) KUHP yang melibatkan hubungan kekeluargaan.

Dalam perkara ini, korban Yashinta Olin, yang merupakan saudara sepupu dari tersangka Ani Mariana Nufeto alias Arni, dengan tulus memaafkan tersangka tanpa syarat sebagai bentuk nyata pemulihan hubungan kekeluargaan dan keharmonisan sosial.

 

Penghentian Penuntutan Melalui Restorative Justice

Ekspose penghentian perkara secara virtual digelar pada Senin, 4 Agustus 2025 pukul 09.00–10.00 WITA, bertempat di Ruang Restorative Justice Kejaksaan Tinggi NTT, dipimpin langsung oleh Dr. Undang Mugopal, S.H., M.Hum., SESJAMPIDUM / Plt. Direktur A pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAMPIDUM).

Kegiatan ini turut dihadiri oleh Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi NTT, Prihatin, S.H., Plh. Asisten Tindak Pidana Umum Kejati NTT, beserta jajaran, dan disaksikan secara virtual oleh seluruh Kejaksaan Negeri se-NTT.

Pemaparan lengkap disampaikan oleh Kepala Kejaksaan Negeri Timor Tengah Utara, Firman Setiawan, S.H., M.H., yang menjelaskan kronologi dan proses perdamaian antara pelaku dan korban.

 

Kronologi Perkara

Kasus bermula dari kesalahpahaman di lingkungan sekolah, ketika korban menegur anak dari tersangka terkait sampah plastik es. Anak tersebut menangis dan melaporkan kepada ibunya bahwa ia dipukul oleh korban. Tersangka yang tersulut emosi, langsung mendatangi korban di SDN Kecil Uimoni dan melakukan tindakan kekerasan fisik berupa cekikan dan pukulan di bagian leher.

Berdasarkan Visum Et Repertum Nomor: 193/Visum/U/V/2025 yang dikeluarkan oleh RSUD Kefamenanu, ditemukan luka memar akibat trauma tumpul pada leher korban, Yashinta Olin, perempuan berusia 53 tahun.

 

Proses Perdamaian dan Dasar Restorative Justice

Setelah pelimpahan tahap II pada 22 Juli 2025, Kejari TTU memfasilitasi proses perdamaian pada 28 Juli 2025 di Kantor Kepala Desa Popnam, dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga kedua belah pihak, tokoh masyarakat, serta penyidik.

Korban menyatakan memaafkan pelaku secara terbuka dan menolak kelanjutan perkara ke meja hijau. Kesepakatan damai ini dilandasi keinginan bersama untuk menjaga nilai kekeluargaan dan ketenteraman sosial.

Permohonan penghentian penuntutan disetujui oleh JAMPIDUM berdasarkan pertimbangan berikut:

  1. Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana.
  2. Ancaman pidana tidak lebih dari lima tahun.
  3. Kesepakatan perdamaian telah dicapai secara tulus dan tanpa syarat.
  4. Perdamaian disaksikan oleh tokoh adat, kepala desa, keluarga, dan pihak sekolah.
  5. Masyarakat memberikan respons positif terhadap proses ini.
  6. Kepala Kejaksaan Negeri TTU menjamin tidak adanya unsur transaksional dalam proses RJ ini.

 

Pernyataan Wakajati NTT

Prihatin, S.H., selaku Wakil Kepala Kejati NTT menegaskan, Esensi dari Restorative Justice adalah pemulihan, bukan sekadar penghentian perkara. Dalam kasus ini, yang dipulihkan bukan hanya akibat hukum, tetapi yang jauh lebih penting adalah hubungan kekeluargaan yang sempat retak. Ketika saudara sepupu bisa saling memaafkan dengan tulus, itu menunjukkan bahwa keadilan telah menyentuh hati dan membangun kembali jembatan kemanusiaan. Kejaksaan mendukung penuh penyelesaian perkara yang tidak hanya sah secara hukum, tetapi juga bermakna secara sosial dan kultural, khususnya dalam menjaga keharmonisan keluarga dan masyarakat.”

 

Pilar Keadilan yang Bermartabat

Penghentian perkara penganiayaan melalui Restorative Justice ini menjadi yang ke-43 di seluruh wilayah hukum Kejati NTT hingga awal Agustus 2025, dan yang ke-4 dicapai oleh Kejaksaan Negeri Timor Tengah Utara.

Kejaksaan terus berkomitmen mendorong pendekatan humanis dalam penegakan hukum, memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap institusi, serta memastikan hadirnya keadilan yang mengedepankan nilai rekonsiliasi, khususnya dalam kasus-kasus ringan yang melibatkan relasi kekeluargaan atau sosial yang erat.

Bagikan tautan ini

Mendengarkan